Pusing! itulah yang ada di kepala Ida (bukan nama sebenarnya).
Sepertinya ‘tuntutan hidup’ mengharuskan dia bekerja, yang itu berarti
dia harus bercampur baur dengan para pria. Ya Allah, kuatkanlah imannya
dan berikan sifat istiqomah dalam menjalankan ketaatan kepada-Mu.
Aamiin.
Sebuah tuntutan dari orang yang telah membiayai pendidikan (kuliah),
baik itu orang tua, kakak, paman, bibi, atau yang lainnya adalah sebuah
kewajaran ketika mereka merasa bahwa ‘tugas’ mereka menyekolahkan
seorang anak telah selesai. Lalu, apakah setiap tuntutan itu harus
dipenuhi? Lalu kemudian teringat sebuah hadits dari Rasulullah
sholallahu’alaihiwassalam yang maknanya adalah sebuah kebaikan dibalas
dengan kebaikan yang serupa, dan bila tidak mampu maka dengan
mendoakannya (HR. Baihaqi). Berbagai pikiran mungkin berkecamuk di
benak, “Entah telah berapa puluh juta yang mereka telah keluarkan untuk
membiayai kuliahku, tapi entah berapa yang bisa kubalas, atau entah
apakah sebanding yang kudapat sekarang dengan yang mereka korbankan”. Di
samping tuntutan dari orang-orang di belakang layar selama proses
menempuh perkuliahan, masih pula dikejar-kejar oleh kebutuhan hidup yang
perlu dipenuhi. Dan biaya-biaya tak terduga yang pada intinya akan
mengurangi ‘bekal’ yang masih tersisa. Seakan-akan semua keadaan itu
berteriak bersama-sama, “Kerja! kerja! kerja!”, “Cari yang bergaji
wah!”, “Pendekkan saja jilbabmu, tidak apa-apa, biar cepat mendapatkan
kerja!”, “Lepas cadarmu, tidak ada yang mau menerima wanita seperti
dirimu”, “Jangan cuma kerja yang begitu!”. Dan bisikan-bisikan hawa
nafsu yang setiap orang pasti memilikinya, dan tidaklah hawa nafsu itu
melainkan mengajak pada keburukan.
Saudariku, kuatkan imanmu!
Dimana pelajaran tauhid yang selama ini telah engkau pelajari? Dan
kemanakah perginya konsekuensi dari pengenalan nama dan sifat Allah
Ta’ala yang telah engkau ketahui? Engkau mengetahui bahwa Allah Maha
Kuasa dan Maha Kaya. Engkau telah mengetahui bahwa Allah Ta’ala telah
mengatur seluruhnya dan tertulis dalam kitab Lauh Mahfuz. Jauh, jauh
sebelum engkau diciptakan. Segala ketentuannya tak dapat dirubah. Namun,
engkau adalah manusia yang menjalankan dengan berbagai pilihan. Dan
engkau akan dimudahkan pada setiap takdir yang telah ditentukan. Dari
pengenalanmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, engkau mengetahui, bahwa
rezeki, kehidupan yang baik dan buruk, seluruhnya telah ditentukan.
Maka, berdoalah! Dan bersabarlah! Serta bersyukurlah dengan keadaanmu
sekarang.
…Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya
pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami
berikan kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur. (Al Imraan [3]: 145)
Engkau tidak dapat mengejar tujuan hidup berupa kekayaan. Dan engkau
-seharusnya- tidak menanggalkan pakaian ketakwaan. Kekayaan telah
ditentukan. Nikmat Islam telah diberikan. Keadaan yang diberikan
kepadamu sekarang, insya Allah adalah lebih baik dari yang lain atau
yang sebelumnya. Jika engkau masih memikirkan, antara keinginan yang
kuat untuk tetap bertahan dalam ketaatan menjalankan syari’at, maka
bersyukurlah! Karena itu adalah keadaan yang lebih baik untuk dirimu.
Bandingkanlah dengan keadaan mereka yang tidak perlu bersusah payah
mempertimbangkan itu semua. Dan dengan mudahnya mereka jatuh dalam
gelimang dosa. Dan salah satu cara untuk mewujudkan rasa syukurmu adalah
dengan lebih menjalankan ketaatan kepada-Nya. Perhatikanlah firman
Allah ta’ala kepada orang-orang yang telah diberikan nikmat.
…Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Al A’raaf [7]: 69)
Nikmat yang engkau rasakan dalam menjalankan ketaatan dalam agama
Islam adalah jauh lebih baik dari dunia dan segala isinya. Tidak semua
orang Islam dapat merasakan ini. Karena terdapat dua nikmat dalam Islam.
Nikmat karena telah beragama Islam (ni’mat lil islam) dan nikmat dalam
Islam itu sendiri (ni’mat fil islam). Tidak semua orang Islam
mendapatkan nikmat untuk menjalankan ketundukan pada syari’at yang telah
ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah dijelaskan oleh
Nabi kita Muhammad sholallahu ‘alaihi wa sallam.
Ya! Baiklah! Masih berkutat di pikiranmu. Bagaimana dengan kebutuhan
hidupku?! Bagaimana dengan balas jasaku? Allahumma… semoga Allah
memudahkan jalanmu saudariku. Tidakkah engkau ingat bahwa masing-masing
telah ditentukan rezekinya. Bahkan sampai binatang yang cacat sekalipun,
yang ia tidak dapat mencari makanan sendiri atau mangsa sendiri. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berjanji pada hamba-hamba-Nya lewat firman-Nya (dan
sungguh janji Allah Ta’ala adalah benar adanya)
…Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. At Thalaq [65]: 2)
Dan ayat ini sejalan dengan sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa
sallam ketika memberikan jalan bagi seorang muslim dalam menghadapi
kehidupan di dunia dimana seorang makhluk memiliki berbagai kebutuhan,
Sekiranya kalian bertawwakal kepada Allah secara benar maka Dia akan
memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberi rezeki pada
burung. Mereka berangkat pada waktu pagi dalam keadaan sangat lapar dan
pulang dalam keadaan sangat kenyang. (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi,
Nasai, Ibn Majah, Ibn Hibban, dan Hakim. Tirmidzi berkata, hadist ini
hasan shohih)
Saudariku… burung tersebut tentu tidak memastikan bahwa setiap
bulannya harus mendapatkan makanan sekian dan sekian. Namun ia berusaha
untuk mendapatkan apa yang dia butuhkan dan mendapatkan rezeki dari
Allah Subhanhu wa Ta’ala. Maka bersyukur adalah yang lebih layak engkau
lakukan dan dengan demikian maka akan terwujud sikap qona’ah dalam
hatimu.
Syaitan menjanjikan kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat
kejahatan, sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan
karunia. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengatahui. (Al-Baqoroh [2]: 268)
Lalu, bagaimana dengan balas jasaku? Maka dengan menjalankan
keta’atan kepada Allah, engkau memberikan balasan yang insya Allah jauh
lebih besar manfaatnya untuk mereka di akherat nanti. Mengapa?
Perhatikan hadits dari Rasulullah sholAllahu’alaihiwassalam berikut ini
(yang secara makna artinya) “Tidak ada ketaatan pada makhluk dalam hal
kemaksiatan pada Allah.”
Dan dari Abu Huroiroh rodhiallahu’anhu Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia menanggung
dosanya dan juga menanggung dosa orang-orang yang mengikutinya, hal itu
tidak mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka. (HR. Muslim)
Maka jika engkau mengikuti mereka dalam sebuah hal yang dapat
menjerumuskanmu dalam kemaksiatan, maka ketahuilah saudariku, engkau
juga telah memberikan dosa-dosa yang semisal kepada mereka.
Wal’iyyadzubillah. Dan berpuluh-puluh juta yang telah mereka korbankan
untukmu agar engkau pada akhirnya menjalankan sebuah kemaksiatan tidak
akan memberi manfaat sedikitpun di akherat nanti dan justru yang terjadi
adalah sebaliknya, mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas segala
amal perbuatannya. Maka, janganlah ukur segala sesuatu dengan materi
keduniaan. Karena ada kehidupan yang jauh lebih patut untuk dipikirkan
dan dipersiapkan.
Pesan terakhir yang paling baik adalah kalimat dari manusia terbaik
yaitu Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam, dari Abu Sa’id Al-Khudry
rodhiallahu’anhu, dia berkata. ‘Aku memasuki tempat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan
tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas di tanganku di atas
selimut. Lalu aku berkata. ‘Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit
ini pada dirimu’. Beliau berkata: ‘Begitulah kami (para nabi). Cobaan
dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami’. Aku
bertanya. ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya ?
Beliau menjawab: ‘Para nabi. Aku bertanya. ‘Wahai Rasulullah, kemudian
siapa lagi? Beliau menjawab: ‘Kemudian orang-orang shalih. Sungguh salah
seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah
seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang
dia himpun. Dan, sungguh salah seorang diantara mereka merasa senang
karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang
karena kemewahan’. (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim, di shahihkan Adz-Dzahaby)
Jangan menyerah saudariku!
Rezeki yang kau butuhkan,
tidak hanya bertumpuk pada hiruk pikuk perkantoran.
Tidak hanya terkumpul pada tempat yang memudahkanmu menjalankan kemaksiatan.
Balas jasamu tidak sekedar materi keduniaan.
Sebuah do’a dan amal sholeh lebih dapat menghindarkan mereka dari kehinaan.
Insya Allah.
Semoga Allah memudahkanmu dalam ketaatan.
Dan memberikan yang lebih baik, yaitu manisnya iman.
Sebuah nasihat bagi diriku dan ukhtifillah…
Share
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar